Makalah
HIV/AIDS
Disusun Oleh :
Kelompok
Perawat Semester II
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES)
Mega Buana Palopo
Tahun Ajaran 2012/2013
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
wr, wb
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberi kekuatan
dan kesempatan kepada kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan
waktu yang di harapkan walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana, dimana
makalah ini membahas tentang “HIV/AIDS” dan
kiranya makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan kita khususnya tentang
bagaimana dan apa bahaya dari penyakit HIV/AIDS.
Dengan adanya makalah ini,mudah-mudahan dapat membantu
meningkatkan minat baca dan belajar teman-teman.selain itu kami juga berharap
semua dapat mengetahui dan memahami tentang materi ini, karena akan
meningkatkan mutu individu kita
Kami
sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih sangat minim,sehing saran dari dosen pengajar serta kritikan dari semua pihak masih
kami harapkan demi perbaikan laporan ini. Kami ucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Palopo,20
september 2012
Penyusun
Daftar Isi
Kata
Pengantar …………………………………………………………….2
Daftar Isi ………………………………………………………….………..3
Daftar Isi ………………………………………………………….………..3
BAB
I : PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
……………………………………….…..…………4
B.
Rumusan Masalah
…………………………………………………..6
C. Tujuan ……………………………………………………...……….6
BAB
II: PEMBAHASAN
A.
Pengertian
HIV/AIDS …………………………………..…………..7
B.
Etiologi
……………………………………..……………………….9
C.
Patofisiologi
……………………………………………………….10
D.
Manifestasi
Klinis ………………………………………...……….15
E.
Komplikasi
…………………………………………..…………….16
F.
Pemeriksaan
Penunjang ……………………………………...……18
G. Tata Laksana HIV………………………………………………….20
DAFTAR
PUSTAKA ……………………………………………………23
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Acquired immunodeficiency syndrome
(AIDS) pertama kali dikenal pada tahun 1981 di Amerika Serikat dan disebabkan
oleh human immunodeficiency virus (HIV-1). AIDS adalah suatu kumpulan gejala
penyakit kerusakan system kekebalan tubuh; bukan penyakit bawaan tetapi
diddapat dari hasil penularan. penyakit ini merupakan persoalan kesehatan
masyarakat yang sangat penting di beberapa negara dan bahkan mempunyai
implikasi yang bersifat internasional dengan angka moralitas yang
peresentasenya di atas 80 pada penderita 3 tahun setelah timbulnya manifestasi
klinik AIDS. Pada tahun 1985 Cherman dan Barre-Sinoussi melaporkan bahwa
penderita AIDS di seluruh dunia mencapai angka lebih dari 12.000 orang dengan
perincian, lebih dari 10.000 kasus di Amerika Serikat, 400 kasus di Francis dan
sisanya di negara Eropa lainnya, Amerika Latin dan Afrika. Pada pertengahan
tahun 1988, sebanyak lebih dari 60.000 kasus yang ditegakkan diagnosisnya
sebagai AIDS di Amerika Serikat telah dilaporkan pada Communicable Disease Centre (CDC) dan lebih dari setengahnya
meninggal. Kasus-kasus AIDS baru terus-menerus di monitor untuk ditetapkan
secara pasti diagnosisnya. Ramalan baru-baru ini dari United States Public
Health Service menyatakan, bahwa pada akhir tahun 1991, banyaknya kasus AIDS
secara keseluruhan di Amerika Serikat doperkirakan akan meningkat paling
sedikit menjadi 270.000 dengan 179.000 kematian. Juga telah diperkirakan, bahwa
74.000 kasus baru dapat di diagnosis dan 54.000 kematian yang berhubungan
dengan AIDS dapat terjadi selama tahun 1991 saja. Sebagai perbandingan dapat
dikemukakan, kematian pasukan Amerika selama masa perang di Vietnam berjumlah
47.000 korban.
Selain itu, berdasarkan data
Departemen kesehatan (Depkes) pada periode Juli-September 2006 secara kumulatif
tercatat pengidap HIV positif di tanah air telah mencapai 4.617 orang dan AIDS
6.987 orang. Menderita HIV/AIDS di Indonesia dianggap aib, sehingga dapat
menyebabkan tekanan psikologis terutama pada penderitanya maupun pada keluarga
dan lingkungan disekeliling penderita.
Secara fisiologis HIV menyerang
sisitem kekebalan tubuh penderitanya. Jika ditambah dengan stress
psikososial-spiritual yang berkepanjangan pada pasien terinfeksi HIV, maka akan
mempercepat terjadinya AIDS, bahkan meningkatkan angka kematian. Menurut Ross
(1997), jika stress mencapai tahap kelelahan (exhausted stage), maka dapat menimbulkan kegagalan fungsi system
imun yang memperparah keadaan pasien serta mempercepat terjadinya AIDS.
Modulasi respon imun penderita HIV/AIDS akan menurun secara signifikan, seperti
aktivitas APC (makrofag); Thl (CD4); IFN
; IL-2; Imunoglobulin A, G, E dan
anti-HIV. Penurunan tersebut akan berdampak terhadap penurunan jumlah CD4
hingga mencapai 180 sel/
l per tahun.
Pada umumnya, penanganan pasien HIV
memerlukan tindakan yang hampir sama. Namun berdasarkan fakta klinis saat
pasien control ke rumah sakit menunjukkan adanya perbedaan respon imunitas
(CD4). Hal tersebut menunjukkan terdapat factor lain yang berpengaruh, dan
factor yang diduga sangat berpengaruh adalah stress.
Stress yang dialami pasien HIV menurut
konsep psikoneuroimunologis, stimulusnya akan melalui sel astrosit pada cortical dan amigdala
pada system limbic berefek pada hipotalamus, sedangkan hipofisis akan
menghasilkan CRF (Corticotropin Releasing
Factor). CRF memacu pengeluaran ACTH (Adrenal
corticotropic hormone) untuk memengaruhi kelenjar korteks adrenal agar
menghasilkan kortisol. Kortisol ini bersifat
immunosuppressive terutama pada sel zona fasikulata. Apabila stress yang
dialami pasien sangat tinggi, maka kelenjar adrenal akan menghasilkan kortisol
dalam jumlah besar sehingga dapat menekan system imun (Apasou dan
Sitkorsky,1999), yamg meliputi aktivitas APC (makrofag); Th-1 (CD4); sel
plasma; IFN
; IL-2;IgM-IgG, dan Antibodi-HIV
(Ader,2001).
Perawat merupakan factor yang berperan
penting dalam pengelolaan stress, khususnya dalam memfasilitasi dan mengarahkan
koping pasien yang konstruktif agar pasien dapat beradaptasi dengan sakitnya.
Selain itu perawat juga berperan dalam pemberian dukungan social berupa
dukungan emosional, informasi, dan material (Batuman, 1990; Bear, 1996; Folkman
Dan Lazarus, 1988).
Salah satu metode yang digunakan dalam
penerapan teknologi ini adalah model asuhan keperawatan. Pendekatan yang
digunakan adalah strategi koping dan dukungan social yang bertujuan untuk
mempercepat respon adaptif pada pasien terinfeksi HIV, meliputi modulasi respon
imun (Ader, 1991 ; Setyawan, 1996; Putra, 1990), respon psikologis, dan respon
social (Steward, 1997). Dengan demikian, penelitian bidang imunologi memilki
empat variable yakni, fisik, kimia, psikis, dan social, dapat membuka nuansa
baru untuk bidang ilmu keperawatan dalam mengembangkan model pendekatan asuhan
keperawatan yang berdasarkan pada paradigm psikoneuroimunologi terhadap pasien
HIV (Nursalam, 2005).
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah pengertian dari HIV/AIDS ?
2. Bagaimana
patofisiologi virus HIV ?
3. Bagaimana
manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang dalam penanganan penularan virus
HIV/AIDS ?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
pengertian HIV/AIDS serta memahami bahayanya.
2. Mengetahui
dan memahami patofisiologi virus HIV.
3. Mengetahui
dan mendeskripsikan manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang dalam
menangani penularan virus HIV/AIDS.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
HIV/AIDS
AIDS atau Sindrom Kehilangan
Kekebalan tubuh adalah sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia
seesudah system kekebalannya dirusak oleh virus HIV. Akibat kehilangan
kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena bebrbagai jenis infeksi bakteri,
jamur, parasit, dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. Selain itu
penderita AIDS sering kali menderita keganasan,khususnya sarcoma Kaposi dan
imfoma yang hanya menyerang otak. Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk
dalam family lentivirus. Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan
DNA pejamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selam periode inkubasi yang
panjang. Seperti retrovirus yang lain, HIV menginfeksi tubuh dengan periode
imkubasi yang panjang (klinik-laten), dan utamanya menyebabkan munculnya tanda
dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan system imun dan
menghancurkannya. Hal tersebut terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+
dan limfosit untuk mereplikasi diri. Dalam prose itu, virus tersebut
menghancurkan CD4+ dan limfosit.
Secara structural morfologinya,
bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang
melingkar-melebar. Pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3
gen yang merupakan komponen funsional dan structural. Tiga gen tersebut yaitu gag, pol,
dan env. Gag berarti group antigen, pol
mewakili polymerase, dan env adalah
kepanjangan dari envelope (Hoffmann,
Rockhstroh, Kamps,2006). Gen gag
mengode protein inti. Gen pol mengode
enzim reverse transcriptase,
protease, integrase. Gen env mengode
komponen structural HIV yang dikenal dengan glikoprotein. Gen lain yang ada dan
juga penting dalam replikasi virus, yaitu : rev, nef, vif, vpu, dan vpr.
Siklus
Hidup HIV
Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV
memiliki waktu hidup sangat pendek; hal ini berarti HIV secara terus-menerus
menggunakan sel pejamu baru untuk mereplikasi diri. Sebanyak 10 milyar virus
dihasilkan setiap harinya. Serangan pertama HIV akan tertangkap oleh sel
dendrite pada membrane mukosa dan kulit pada 24 jam pertama setelah paparan.
Sel yang terinfeksi tersebut akan membuat jalur ke nodus limfa dan
kadang-kadang ke pembuluh darah perifer selama 5 hari setelah papran, dimana
replikasi virus menjadi semakin cepat.
Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi
5 fase, yaitu :
·
Masuk dan mengikat
·
Reverse
transkripstase
·
Replikasi
·
Budding
·
Maturasi
Tipe HIV
Ada
2 tipe HIV yang menyebabkan AIDS: HIV-1 dan HIV-2.
HIV-1
bermutasi lebih cepat karena reflikasi lebih cepat. Berbagai macam subtype dari
HIV-1 telah d temukan dalam daerah geografis yang spesifik dan kelompok
spesifik resiko tinggi
Individu
dapat terinfeksi oleh subtipe yang berbeda. Berikut adalah subtipe HIV-1 dan
distribusi geografisnya:
Sub
tipe A: Afrika tengah
Sub
tipe B: Amerika selatan,brasil,rusia,Thailand
Sub
tipe C: Brasil,india,afrika selatan
Sub
tipe D: Afrika tengah
Sub
tipe E:Thailand,afrika tengah
Sub
tipe F: Brasil,Rumania,Zaire
Sub
tipe G: Zaire,gabon,Thailand
Sub
tipe H: Zaire,gabon
Sub
tipe O: Kamerun,gabon
Sub
tipe C sekarang ini terhitung lebih dari separuh dari semua infeksi HIV baru d
seluruh dunia
B. Etiologi
HIV
ialah retrovirus yang di sebut lymphadenopathy Associated virus (LAV) atau
human T-cell leukemia virus 111
(HTLV-111) yang juga di sebut human T-cell lymphotrophic virus
(retrovirus) LAV di temukan oleh montagnier dkk. Pada tahun 1983 di prancis,
sedangkan HTLV-111 di temukan oleh Gallo di amerika serikat pada tahun
berikutnya. Virus yang sama ini ternyata banyak di temukan di afrika tengah.
Sebuah penelitian pada 200 monyet hijau afrika,70% dalam darahnya mengandung
virus tersebut tampa menimbulkan penyakit. Nama lain virus tersebut ialah HIV.
Hiv
TERDIRI ATAS hiv-1 DAN hiv-2 terbanyak karena HIV-1 terdiri atas dua untaian
RNA dalam inti protein yang di lindungi envelop lipid asal sel hospes.
Virus
AIDS bersifat limpotropik khas dan mempunyai kemampuan untuk merusak sel darah
putih spesifik yang di sebut limposit T-helper atau limposit pembawa factor T4
(CD4). Virus ini dapat mengakibatkan penurunan jumlah limposit T-helper secara
progresif dan menimbulkan imunodefisiensi serta untuk selanjut terjadi infeksi
sekunder atau oportunistik oleh kuman,jamur, virus dan parasit serta neoplasma.
Sekali virus AIDS menginfeksi seseorang, maka virus tersebut akan berada dalam
tubuh korban untuk seumur hidup. Badan penderita akan mengadakan reaksi
terhapat invasi virus AIDS dengan jalan membentuk antibodi spesifik, yaitu
antibodi HIV, yang agaknya tidak dapat menetralisasi virus tersebut dengan
cara-cara yang biasa sehingga penderita tetap akan merupakan individu yang
infektif dan merupakan bahaya yang dapat menularkan virusnya pada orang lain di
sekelilingnya. Kebanyakan orang yang terinfeksi oleh virus AIDS hanya sedikit
yang menderita sakit atau sama sekali tidak sakit, akan tetapi pada beberapa
orang perjalanan sakit dapat berlangsung dan berkembang menjadi AIDS yang
full-blown.
C. Patofisiologi Virus HIV/AIDS
1. Mekanisme
system imun yang normal
Sistem imun
melindungi tubuh dengan cara mengenali
bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh, dan bereaksi terhadapnya. Ketika
system imun melemah atau rusak oleh virus seperti virus HIV, tubuh akan lebih
mudah terkena infeksi oportunistik. System imun terdiri atas organ dan jaringan
limfoid, termasuk di dalamnya sumsum tulang, thymus, nodus limfa, limfa,
tonsil, adenoid, appendix, darah, dan limfa.
o
Sel B
Fungsi utama sel
B adalah sebagai imunitas antobodi humoral. Masing-masing sel B mampu mengenali
antigen spesifik dan mempunyai kemampuan untuk mensekresi antibodi spesifik. Antibody bekerja dengan cara
membungkus antigen, membuat antigen lebih mudah untuk difagositosis (proses
penelanan dan pencernaan antigen oleh leukosit dan makrofag. Atau dengan
membungkus antigen dan memicu system komplemen (yang berhubungan dengan respon
inflamasi).
o
Limfosit T
Limfosit T atau
sel T mempunyai 2 fungsi utama yaitu :
a. Regulasi
sitem imun
b. Membunuh
sel yang menghasilkan antigen target khusus.
Masing-masing sel T
mempunyai marker permukaan seperti CD4+, CD8+, dan CD3+,
yang membedakannya dengan sel lain. Sel CD4+ adalah sel yang
membantu mengaktivasi sel B, killer sel dan makrofag saat terdapat antigen
target khusus. Sel CD8+ membunuh sel yang terinfeksi oleh virus atau
bakteri seperti sel kanker.
o
Fagosit
o
Komplemen
2. Penjelasan
dan komponen utama dari siklus hidup virus HIV
Secara structural morfologinya, bentuk HIV terdiri
atas sebuah silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar-melebar.
Pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan
komponen funsional dan structural. Tiga gen tersebut yaitu gag, pol, dan env. Gag
berarti group antigen, pol mewakili
polymerase, dan env adalah
kepanjangan dari envelope (Hoffmann,
Rockhstroh, Kamps,2006). Gen gag
mengode protein inti. Gen pol mengode
enzim reverse transcriptase,
protease, integrase. Gen env mengode
komponen structural HIV yang dikenal dengan glikoprotein. Gen lain yang ada dan
juga penting dalam replikasi virus, yaitu : rev, nef, vif, vpu, dan vpr.
Siklus Hidup
HIV
Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu
hidup sangat pendek; hal ini berarti HIV secara terus-menerus menggunakan sel
pejamu beru untuk mereplikasi diri. Sebanyak 10 milyar virus dihasilkan setiap
harinya. Serangan pertama HIV akan tertangkap oleh sel dendrite pada membrane
mukosa dan kulit pada 24 jam pertama setelah paparan. Sel yang terinfeksi
tersebut akan membuat jalur ke nodus limfa dan kadang-kadang ke pembuluh darah
perifer selama 5 hari setelah papran, dimana replikasi virus menjadi semakin
cepat.
Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu
:
·
Masuk dan mengikat
·
Reverse
transkripstase
·
Replikasi
·
Budding
·
Maturasi
3. Tipe
dan sub-tipe dari virus HIV.
Ada
2 tipe HIV yang menyebabk
an
AIDS: HIV-1 yang HIV-2. HIV-1 bermutasi lebih cepat karena reflikasi lebih
cepat. Berbagai macam subtype dari HIV-1 telah d temukan dalam daerah geografis
yang spesifik dan kelompok spesifik resiko tinggi
Individu
dapat terinfeksi oleh subtipe yang berbeda. Berikut adalah subtipe HIV-1 dan
distribusi geografisnya:
Sub
tipe A: Afrika tengah
Sub
tipe B: Amerika selatan,brasil,rusia,Thailand
Sub
tipe C: Brasil,india,afrika selatan
Sub
tipe D: Afrika tengah
Sub
tipe E:Thailand,afrika tengah
Sub
tipe F: Brasil,Rumania,Zaire
Sub
tipe G: Zaire,gabon,Thailand
Sub
tipe H: Zaire,gabon
Sub
tipe O: Kamerun,gabon
Sub
tipe C sekarang ini terhitung lebih dari separuh dari semua infeksi HIV baru d
seluruh dunia.
4. Efek
dari virus HIV terhadap system imun
·
Infeksi Primer atau Sindrom Retroviral
Akut (Kategori Klinis A)
Infeksi primer
berkaitan dengan periode waktu di mana HIV pertama kali masuk ke dalam tubuh.
Pada waktu terjadi infeksi primer, darah pasien menunjukkan jumlah virus yang
sangat tinggi, ini berarti banyak virus lain di dalam darah.
Sejumlah virus
dalam darah atau plasma per millimeter mencapai 1 juta. Orang dewasa yang baru
terinfeksi sering menunjukkan sindrom retroviral akut. Tanda dan gejala dari
sindrom retrovirol akut ini meliputi : panas, nyeri otot, sakit kepala, mual,
muntah, diare, berkeringat di malam hari, kehilangan berat badan, dan timbul
ruam. Tanda dan gejala tersebut biasanya muncul dan terjadi 2-4 minggu setelah
infeksi, kemudian hilang atau menurun setelah beberapa hari dan sering salah
terdeteksi sebagai influenza atau infeksi mononucleosis.
Selama imfeksi
primer jumlah limfosit CD4+ dalam darah menurun dengan cepat. Target
virus ini adalah limfosit CD4+ yang ada di nodus limfa dan thymus. Keadaan tersebut membuat
individu yang terinfeksi HIV rentan terkena infeksi oportunistik dan membatasi
kemampuan thymus untuk memproduksi
limfosit T. Tes antibody HIV dengan
menggunakan enzyme linked imunoabsorbent
assay (EIA) akan menunjukkan hasil positif.
5. Cara
penularan HIV/AIDS
Virus HIV
menular melalui enam cara penularan, yaitu :
1. Hubungan
seksual dengan pengidap HIV/AIDS
Hubungan seksual
secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita HIV tanpa perlindungan bisa
menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung, air mani, cairan vagina,
dan darah dapat mengenai selaput lender vagina, penis, dubur, atau mulut
sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk ke aliran darah
(PELKESI, 1995). Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada dinding
vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk ke aliran
darah pasangan seksual (Syaiful, 2000).
2. Ibu
pada bayinya
Penularan HIV
dari ibu pada saat kehamilan (in utero). Berdasarkan laporan CDC Amerika,
prevalensi HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru
terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak
20% sampai 35%, sedangkan kalau gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinannya
mencapai 50% (PELKESI, 1995). Penularan juga terjadi selama proses persalinan
melalui transfuse fetomaternal atau kontak antara kulit atau membrane mukosa
bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan (Lily V, 2004).
3. Darah
dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
Sangat cepat menularkan
HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan menyebar ke seluruh
tubuh.
4. Pemakaian
alat kesehatan yang tidak steril
Alat pemeriksaan
kandungan seperti speculum,tenakulum, dan alat-alat lain yang darah,cairan
vagina atau air mani yang terinfeksi HIV,dan langsung di gunakan untuk orang
lain yang tidak terinfeksi bisa menularkan HIV.(PELKESI,1995).
5. Alat-alat
untuk menoleh kulit
Alat tajam dan
runcing seperti jarum,pisau,silet,menyunat seseorang, membuat tato,memotong
rambut,dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat tersebut mungkin di pakai
tampa disterilkan terlebih dahulu.
6. Menggunakan
jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik
yang di gunakan di fasilitas kesehatan,maupun yang di gunakan oleh parah
pengguna narkoba (injecting drug user-IDU) sangat berpotensi menularkan HIV.
Selain jarum suntik, pada para pemakai IDU secara bersama-sama juga mengguna
tempat penyampur, pengaduk,dan gelas pengoplos obat,sehingga berpotensi tinggi
untuk menularkan
HIV tidak
menular melalui peralatan makan,pakaian,handuk,sapu tangan,toilet yang di pakai
secara bersama-sama,berpelukan di pipi,berjabat tangan,hidup serumah dengan
penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk,dan hubungan social yang lain.
D. Manifestasi Klinis
Gejala dini yang sering dijumpai berupa eksantem, malaise, demam yang
menyerupai flu biasa sebelum tes serologi positif. Gejala dini lainnya berupa
penurunan berat badan lebih dari 10% dari berat badan semula, berkeringat
malam, diare kronik, kelelahan, limfadenopati. Beberapa ahli klinik telah
membagi beberapa fase infeksi HIV yaitu :
1.Infeksi HIV Stadium Pertama
Pada fase pertama terjadi pembentukan antibodi dan memungkinkan juga
terjadi gejala-gejala yang mirip influenza atau terjadi pembengkakan kelenjar
getah bening.
2.Persisten Generalized Limfadenopati
Terjadi pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, inguinal, keringat
pada waktu malam atau kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas dan
sariawan oleh jamur kandida di mulut.
3.AIDS Relative Complex (ARC)
Virus sudah menimbulkan kemunduran pada sistem kekebalan sehingga mulai
terjadi berbagai jenis infeksi yang seharusnya dapat dicegah oleh kekebalan
tubuh. Disini penderita menunjukkan gejala lemah, lesu, demam, diare, yang
tidak dapat dijelaskan penyebabnya dan berlangsung lama, kadang-kadang lebih
dari satu tahun, ditambah dengan gejala yang sudah timbul pada fase kedua.
4.Full Blown AIDS.
Pada fase ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak, penderita sangat rentan
terhadap infeksi sehingga dapat meninggal sewaktu-waktu. Sering terjadi radang
paru pneumocytik, sarcoma kaposi, herpes yang meluas, tuberculosis oleh kuman
opportunistik, gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga penderita pikun
sebelum saatnya. Jarang penderita bertahan lebih dari 3-4 tahun, biasanya
meninggal sebelum waktunya.
E. Komplikasi
a.
Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV
oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat
badan, keletihan dan cacat.
b.
Neurologik
1.
kompleks dimensia AIDS karena serangan
langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi
social.
2.
Enselophaty akut, karena reaksi
terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis /
ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total /
parsial.
3.
Infark serebral kornea sifilis
meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
4.
Neuropati karena imflamasi demielinasi
oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
c.
Gastrointestinal
1.
Diare karena bakteri dan virus,
pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan
efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
2.
Hepatitis karena bakteri dan virus,
limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah,
nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
3. Penyakit
Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai
akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal,
gatal-gatal dan siare.
d.
Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus,
virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek
,batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, dan gagal nafas.
e.
Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan
zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan
dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
f.
Sensorik
·
Pandangan : Sarkoma Kaposi pada
konjungtiva berefek kebutaan
·
Pendengaran : otitis eksternal akut dan
otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Konfirmasi
diagnosis dilakukan dengan uji antibody terhadap antigen virus structural.
Hasil positif palsu dan negative palsu jarang terjadi.
2. Untuk
transmisi vertical (antibody HIV positif) dan serokonversi (antibody HIV
negative), serologi tidak berguna dan RNA HIV harus diperiksa. Diagnosis
berdasarkan pada amflikasi asam nukleat.
3. Untuk
memantau progresi penyakit, viral load
(VL) dan hitung DC4 diperiksa secara teratur (setiap8=12 minggu). Pemeriksaan
VL sebelum pengobatan menentukan kecepatan penurunan CD4, dan pemeriksaan
pascapengobatan (didefinisikan sebagai VL <50 kopi/mL). menghitung CD4
menetukan kemungkinan komplikasi, dan menghitung CD4 >200 sel/mm3
menggambarkan resiko yang terbatas. Adapun pemeriksaan penunjang dasar yang
diindikasikan adalah sebagai berikut :
Semua
pasien CD4
<200 sel/mm3
Antigen
permukaan HBV* Rontgen
toraks
Antibody
inti HBV+ RNA
HCV
Antibody
HCV Antigen
kriptokukus
Antibody
IgG HAV OCP
tinja
Antibody
Toxoplasma
Antibody
IgG sitomegalovirus CD4
<100 sel/mm3
Serologi
Treponema PCR
sitomegalovirus
Rontgen
toraks
Funduskopi
dilatasi
Skrining
GUM EKG
Sitologi
serviks (wanita) Kultur
darah mikrobakterium
·
HAV, hepatitis A, HBV, hepatitis B, HCV,
hepatitis C
·
*Antigen/antibody e HBV dan DNA HBV bila
positif.
·
+ Antibodi permukaan HBV bila negative
dan riwayat imunisasi
·
Bila terdapat kontak/riwayat tuberculosis
sebelumnya, pengguna obat suntik dan pasien dari daerah endemic tuberculosis.
4. ELISA
(Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay) adalah
metode yang digunakan menegakkan diagnosis HIV dengan sensitivitasnya yang
tinggi yaitu sebesar 98,1-100%. Biasanya tes ini memberikan hasil positif 2-3
bulan setelah infeksi.
5. WESTERN
blot adalah metode yang digunakan menegakkan diagnosis HIV dengan
sensitivitasnya yang tinggi yaitu sebesar 99,6-100%. Pemeriksaanya cukup sulit,
mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
6. PCR
(polymerase Chain Reaction),
digunakan untuk :
a. Tes
HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada pada bayi yang dapat
menghambat pemeriksaan secara serologis. Seorang ibu yan menderita HIV akan
membentuk zat kekebalan untuk melawan penyakit tersebut. Zat kekbalan itulah
yang diturunkan pada bayi melalui plasenta yang akan mengaburkan hasil
pemeriksaan, seolah-olah sudah ada infeksi pada bayi tersebut. (catatan : HIV
sering merupakan deteksi dari zat anti-HIV bukan HIV-nya sendiri).
b. Menetapakan
status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok berisiko tinggi.
c. Tes
pada kelompok berisiko tinggi sebelum terjadi serokonversi.
d. Tes
konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai sensitivitas rendah untuk HIV-2.
7. Serosurvei,
untuk mengetahui prevalensi pada kelompok berisiko, dilaksanakan 2 kali
pengujian dengan reagen yang berbeda.
8. Pemeriksaan
dengan rapid test (dipstick).
G. Tata Laksana HIV
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan
pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human
Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
1.
Melakukan abstinensi seks / melakukan
hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
2.
Memeriksa adanya virus paling lambat 6
bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.
3.
Menggunakan pelindung jika berhubungan
dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
4.
Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato,
dan sebagainya.
5.
Mencegah infeksi kejanin / bayi baru
lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV),
maka pengendaliannya yaitu :
1.
Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan
infeksi opurtunistik,
nasokomial,
atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi
bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien
dilingkungan perawatan kritis.
1.
Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT
yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT
tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia
untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan
sel T4 > 500 mm3
1.
Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas
system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi
virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
1.
Didanosine
2.
Ribavirin
3.
Diedoxycytidine
4.
Recombinant CD 4 dapat larut
1.
Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut
seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan
keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman
dan keberhasilan terapi AIDS.
1.
Pendidikan untuk menghindari alcohol
dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol
dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
2.
Menghindari infeksi lain, karena
infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human
Immunodeficiency Virus (HIV).
DAFTAR PUSTAKA
Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan, pencegahan, dan
pemberantasannya.. Jakarta: Erlangga Medical Series
Muhajir.
2007. Pendidkan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Bandung: Erlangga
Staf
Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1993. Mikrobiolog
Kedokteran. Jakarta Barat: Binarupa Aksara
Djuanda,
adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Mandal,dkk.
2008. Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga Medical Series